JR – Nongkrong di kafe kini telah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda di berbagai kota besar di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya sekadar mencari tempat bersantai, tetapi juga menjadi ajang bersosialisasi, bekerja, hingga mengaktualisasi diri di media sosial.
Kafe-kafe di Jakarta, Bandung, hingga Surabaya ramai dikunjungi kaum muda, terutama di akhir pekan. Kehadiran fasilitas seperti Wi-Fi gratis, desain interior yang instagrammable, serta beragam menu kekinian menjadi daya tarik utama bagi generasi milenial dan Gen Z untuk menghabiskan waktu di kafe.
Menurut hasil survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, sekitar 65% anak muda di usia 18-30 tahun mengaku rutin mengunjungi kafe minimal sekali dalam seminggu. Alasan utama mereka adalah mencari suasana yang nyaman untuk bersosialisasi, mengerjakan tugas, atau sekadar melepas penat.
“Saya sering datang ke kafe untuk bertemu teman atau menyelesaikan pekerjaan. Suasananya lebih santai dibandingkan di rumah,” ujar Aulia, seorang mahasiswa di Jakarta.
Tren nongkrong di kafe ini juga didorong oleh media sosial. Banyak anak muda memilih kafe dengan dekorasi menarik untuk diunggah di platform seperti Instagram dan TikTok. Hal ini membuat banyak pemilik kafe berlomba-lomba menciptakan konsep unik agar menarik perhatian pengunjung.
Berikut beberapa alasan mengapa anak muda gemar nongkrong di kafe:
Tempat Bersosialisasi
Kafe menjadi tempat bertemu teman, berdiskusi, atau sekadar menghabiskan waktu bersama.
Fasilitas Penunjang Aktivitas
Adanya akses Wi-Fi gratis dan colokan listrik mendukung kegiatan belajar atau bekerja jarak jauh.
Gaya Hidup dan Tren Media Sosial
Kafe dengan desain menarik menjadi latar favorit untuk diabadikan dan diunggah di media sosial.
Ragam Menu Kekinian
Minuman seperti kopi susu kekinian, matcha latte, hingga makanan ringan modern menjadi daya tarik utama.
Namun, di sisi lain, kebiasaan ini juga memengaruhi pola konsumsi anak muda. Banyak dari mereka mengalokasikan sebagian besar pengeluaran untuk kebutuhan gaya hidup ini.
“Kadang saya menghabiskan Rp200.000 hingga Rp300.000 sebulan hanya untuk nongkrong di kafe,” kata Raka, seorang pekerja lepas di Jakarta.
Pakar sosiologi dari Universitas Indonesia, Dr. Lestari Wulandari, menyebutkan bahwa fenomena ini mencerminkan pergeseran budaya konsumsi di kalangan anak muda.
“Nongkrong di kafe bukan sekadar aktivitas santai, tetapi menjadi simbol status sosial dan bagian dari eksistensi diri di ruang digital,” jelasnya.
Dengan meningkatnya popularitas kafe sebagai tempat berkumpul dan berekspresi, tren ini diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan perubahan gaya hidup anak muda di Indonesia. (tah)